JAKARTA - Pemerintah mulai mematangkan strategi pembiayaan negara untuk menghadapi dinamika fiskal tahun mendatang. Salah satu langkah yang disiapkan Kementerian Keuangan adalah memperluas penerbitan surat utang jangka pendek guna menjaga fleksibilitas pengelolaan kas negara sekaligus memperdalam pasar keuangan domestik.
Kebijakan ini dinilai penting di tengah kebutuhan pembiayaan APBN yang tetap besar, namun harus dikelola secara hati-hati dan berkelanjutan.
Dalam konferensi pers kinerja APBN, pemerintah menegaskan bahwa pendekatan pembiayaan pada tahun mendatang tidak hanya bertumpu pada instrumen jangka panjang.
Baca Juga
Variasi tenor yang lebih lengkap akan menjadi kunci agar negara memiliki ruang manuver yang lebih luas dalam mengelola arus kas, sekaligus memberi lebih banyak pilihan bagi investor.
Strategi Pendalaman Pasar Surat Utang
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto, mengungkapkan bahwa pemerintah akan meningkatkan porsi penerbitan Surat Berharga Negara dengan tenor di bawah satu tahun pada 2026. Instrumen yang dimaksud meliputi Surat Perbendaharaan Negara serta Surat Perbendaharaan Negara Syariah.
“Tahun 2026 kami akan meningkatkan penerbitan SPN, SPNS dengan tenor di bawah satu tahun,” kata Suminto.
Menurut Suminto, langkah ini merupakan bagian dari strategi pendalaman pasar obligasi nasional. Dengan tersedianya instrumen jangka pendek yang lebih variatif, pasar keuangan diharapkan semakin aktif dan likuid. Pemerintah pun memiliki alat yang lebih efektif untuk mengelola kebutuhan kas jangka pendek tanpa harus selalu mengandalkan penerbitan surat utang berjangka panjang.
Kebijakan tersebut juga sejalan dengan upaya memperkuat manajemen risiko pembiayaan negara. Instrumen jangka pendek dinilai mampu memberikan fleksibilitas dalam merespons perubahan kondisi pasar dan kebutuhan fiskal yang dinamis.
Variasi Tenor untuk Kebutuhan Investor
Suminto menambahkan, sejak kuartal akhir tahun 2025, pemerintah telah melengkapi variasi tenor surat utang jangka pendek. Tenor yang ditawarkan mencakup satu bulan, tiga bulan, enam bulan, sembilan bulan, hingga dua belas bulan. Langkah ini dilakukan agar instrumen pembiayaan negara semakin sesuai dengan kebutuhan pelaku pasar.
Menurutnya, keberagaman tenor tidak hanya menguntungkan pemerintah sebagai penerbit, tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi investor. Pelaku pasar, khususnya investor institusional, membutuhkan instrumen yang fleksibel untuk mengelola likuiditas dan strategi treasury mereka.
“Pada saat yang bersamaan, market memiliki instrumen yang lengkap, yang dibutuhkan oleh investor, khususnya SPN, SPNS, juga untuk strategi treasury operation dari investor kita,” jelas Suminto.
Dengan semakin lengkapnya pilihan instrumen, diharapkan minat investor terhadap SBN tetap terjaga. Hal ini menjadi penting untuk memastikan pembiayaan APBN dapat dilakukan secara efisien dengan biaya yang terkendali.
Realisasi Pembiayaan Utang Tahun Berjalan
Selain memaparkan rencana tahun depan, Kementerian Keuangan juga menyampaikan perkembangan pembiayaan utang hingga akhir 2025. Hingga saat ini, realisasi pembiayaan utang telah mencapai Rp614,9 triliun atau sekitar 84 persen dari total outlook pembiayaan utang tahun berjalan yang sebesar Rp731,5 triliun.
Pembiayaan tersebut digunakan untuk menutup defisit APBN yang telah dirancang sebesar 2,78 persen terhadap produk domestik bruto. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan bahwa posisi defisit APBN saat ini masih berada dalam batas yang direncanakan pemerintah.
“Sesuai dengan laporan semester di DPR kemarin, kami perkirakan defisitnya 2,78% dari PDB,” kata Suahasil.
Ia menambahkan, hingga saat ini defisit APBN tercatat sekitar 2,35 persen dari PDB. Angka tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan fiskal masih berada dalam jalur yang sesuai dengan desain anggaran.
Sinergi Kebijakan dan Pengelolaan Risiko
Dalam rangka mengurangi tekanan pembiayaan utang, pemerintah juga memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih. Pemerintah telah memperoleh persetujuan DPR untuk menggunakan SAL sebesar Rp85,6 triliun. Langkah ini bertujuan menekan kebutuhan penerbitan SBN tambahan.
Selain itu, pemerintah terus memperkuat sinergi dengan Bank Indonesia dalam pengelolaan utang negara. Salah satu bentuk kerja sama tersebut adalah melalui mekanisme penukaran utang atau debt switching. Skema ini difokuskan pada SBN yang diterbitkan pada masa pandemi Covid-19 dan akan jatuh tempo dalam beberapa tahun ke depan.
“SBN yang kita terbitkan pada saat Covid yang lalu, ada yang jatuh tempo 2025, 2026, 2027, 2028. Untuk yang jatuh tempo ini, kami bekerja sama dengan BI untuk melakukan debt switching,” jelas Suminto.
Langkah-langkah tersebut menunjukkan bahwa strategi pembiayaan negara tidak hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dana, tetapi juga pada pengelolaan risiko jangka menengah dan panjang. Dengan kombinasi instrumen jangka pendek, pemanfaatan SAL, serta sinergi kebijakan moneter dan fiskal, pemerintah berharap stabilitas APBN tetap terjaga di tengah tantangan ekonomi global.
Ibtihal Afrah Watahani
indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
OJK Proyeksikan Pertumbuhan Fintech Lending Positif hingga Tahun 2026
- Senin, 22 Desember 2025
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
BRIN Pastikan Arsinum Optimal Penuhi Air Bersih Warga Sumatera
- 22 Desember 2025
2.
Kemenag Perkuat Literasi Ilmu Falak Bagi Generasi Muda Indonesia
- 22 Desember 2025
3.
4.
5.
Telkom Siapkan Infrastruktur Digital Andal Sambut Natal Tahun Baru
- 22 Desember 2025










